Lampung Selatan ( Garispolisi. com) - Program pemerintah melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang digadang-gadang dapat membantu pelaku usaha kecil dan menengah tanpa memerlukan agunan, tampaknya tidak sesuai harapan. Di berbagai daerah khususnya Warga masyarakat Kalianda Lampung Selatan justru mengeluhkan kesulitan saat mengakses program KUR, terutama dari pihak Bank Rakyat Indonesia (BRI) selaku salah satu bank pelaksana.
Salah satu Warga yg tidak berkenan disebut identitas nya menyebutkan bahwa mengajukan pinjaman KUR Mikro dengan plafon 10 Hingga 50 juta Rupiah.
Ironisnya Nasabah tersebus di wajibkan Menyerah Sertifikat Rumah sebagai Anggunan, sementara peraturan menteri koordinator bidang perekonomian (Permenko) No 1 Tahun 2023
Menjelaskan Kredit Usaha Rakyat (KUR) Non Anggunan (tanpa Jaminan Tambahan) berlaku untuk pinjaman hingga Rp 100.000.000-
dalam regulasi Kementerian Koordinator Perekonomian. Tersebut menjelaskan BANK tidak boleh meminta Anggunan sertifikat tanah atau rumah.
Bila hal tersebut di langgar oleh BANK sebagai penyalur Maka sanksi nya adalah tidak di bayarkan nya subsidi bunga KUR yang seharusnya di berikan pemerintah. Serta beban tersebut di tanggung oleh BANK penyalur yang melanggar.
Prihal tersebut jadi sorotan Zulkenedy ketua DPD JWI Lampung Selatan, yang akrab disapa
Bung Ken, menjelaskan bahwa, hasil konfirmasi dengan pimpinan BRI kantor cabang jl Kesuma Bangsa Kalianda Lampung Selatan pada Senin tanggal 20-10-2025 justru klarifikasi dari pihak BRI yang di wakili Bapak Wily sebagai manager bidang Mikro dan Bapak Chandra sebagai pengawas internal membingungkan "
Mereka bersikukuh bahwa nasabah yg mengajukan pinjaman dengan Anggunan adalah jenis pinjaman kredit umum pedesaan Rakyat (KUPRA).
Yang lebih menyakitkan, adanya dugaan permainan oleh oknum internal bank yang hanya memuluskan pengajuan dari orang-orang dekat mereka. Banyak dana KUR yang diduga disalurkan tidak sesuai sasaran, sehingga berujung pada kredit macet" Ucapnya.
Sementara itu, pelaku usaha kecil yang benar-benar membutuhkan bantuan modal justru disingkirkan dan dipersulit. Keadaan ini menimbulkan kekecewaan mendalam dan keraguan terhadap keseriusan pemerintah dan lembaga perbankan dalam mewujudkan pemerataan ekonomi.
“Jangan sampai program ini hanya menjadi pajangan politik tanpa realisasi nyata di lapangan. Pemerintah harus bertindak tegas terhadap bank pelaksana yang tidak patuh terhadap kebijakan,” ungkap bung Ken di kantor DPD JWI Lampung Selatan jl.Mustofa kemal komplek pemda.
Kita berharap adanya evaluasi menyeluruh dan tindakan konkret agar semangat inklusi keuangan benar-benar bisa dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat, terutama mereka yang berada di akar rumput tutup nya.( Irwan Efendi).
0 Komentar