Deli Serdang | GarisPolisi.com—Sidang perdana kasus perdata sengketa tanah seluas 59,8 hektar di Desa Sena, Kabupaten Deli Serdang, ditunda karena ketidakhadiran Tergugat 1, Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UINSU). Tergugat 2, Kanwil Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumatera Utara, hadir dalam persidangan yang digelar di Ruang Cakra 3, Pengadilan Negeri Lubuk Pakam Kelas 1A, pada Selasa (17/12/2024).
Sidang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Hendrawan Nainggolan, SH, dengan hakim anggota dan panitera turut mendampingi. Penggugat, diwakili kuasa hukumnya Dr. Muhammad Sa’i Rangkuti, SH., MH, hadir bersama timnya. Namun, absennya UINSU sebagai Tergugat 1 membuat sidang harus ditunda.
“Karena Tergugat 1 tidak hadir, maka sesuai hukum acara, sidang kita tunda. Tidak perlu pemanggilan ulang untuk pihak terkait. Sidang akan dilanjutkan pada 7 Januari 2025, pukul 11.00 WIB,” ujar Ketua Majelis Hakim.
Kuasa hukum penggugat, Dr. Muhammad Sa’i Rangkuti, yang juga Ketua Tim Advokasi Hukum Pasti Bobby Sumut, menjelaskan bahwa gugatan perdata diajukan karena UINSU dan BPN Sumut dianggap melakukan perbuatan melawan hukum.
“Kami mengajukan gugatan terhadap UINSU sebagai Tergugat 1 dan BPN Sumut sebagai Tergugat 2 karena klien kami memiliki hak sah atas tanah ini berdasarkan dokumen resmi, termasuk surat kuasa mengelola lahan dari mantan Ketua DPRD Deli Serdang, Ricky Prandana Nasution,” jelas Dr. Sa’i.
Ia menambahkan bahwa kliennya bertindak sebagai pengelola lahan berdasarkan surat kuasa dari pemilik tanah. Selama bertahun-tahun, kliennya telah mengoordinir masyarakat petani untuk mengelola lahan tersebut.
“Klien kami adalah pihak yang beriktikad baik. Mereka telah mengelola lahan ini secara terus-menerus berdasarkan dokumen sah yang kami miliki,” tegasnya.
Menurut Dr. Sa’i, konflik mulai muncul ketika UINSU mengklaim lahan tersebut tanpa menunjukkan dokumen resmi. Upaya penggugat untuk menyurati Kanwil BPN Sumut guna menyelesaikan masalah ini secara administratif tidak mendapatkan tanggapan.
“Kami sudah melayangkan beberapa surat kepada Kanwil BPN, tetapi tidak ada respons. Ini yang mendorong kami mengambil langkah hukum,” ujar Dr. Sa’i.
Tanah seluas 59,8 hektar tersebut dikelola oleh kelompok tani yang melibatkan 33 orang dan ratusan warga lainnya.
“Kelompok tani ini terdiri dari 33 orang, dan ratusan warga lainnya ikut bercocok tanam di lahan tersebut,” tambahnya.
Aswin Syah, salah satu pengelola lahan, mengungkapkan bahwa tanah tersebut awalnya merupakan milik nenek mereka, Umi Kalsum. Sebagai ahli waris, mereka merasa berhak atas lahan itu karena telah mengelolanya selama puluhan tahun.
“Ini tanah nenek kami, Umi Kalsum. Kami sebagai ahli waris sudah puluhan tahun mengelolanya. Tiba-tiba pihak UINSU mau melakukan pengukuran tanpa koordinasi. Tentu kami menghalangi,” tegas Aswin.
Aswin menjelaskan bahwa untuk sebagian lahan, mereka memiliki dokumen berupa surat desa atas nama nenek mereka.
“Dokumennya berupa surat-surat desa atas nama nenek kami, Umi Kalsum,” tambahnya.
Dr. Sa’i mengimbau semua pihak untuk menghormati proses hukum yang sedang berjalan di Pengadilan Negeri Lubuk Pakam.
“Kami berharap semua pihak menahan diri dan menghormati proses hukum hingga ada keputusan yang berkekuatan hukum tetap,” katanya.
Kasus sengketa ini menarik perhatian publik karena menyangkut tanah yang telah dikelola warga selama bertahun-tahun. Hingga saat ini, pihak UINSU dan BPN Sumut belum memberikan tanggapan resmi atas gugatan tersebut. Sidang lanjutan dijadwalkan pada 7 Januari 2025, dengan harapan semua pihak dapat hadir untuk memberikan klarifikasi atas klaim masing-masing. (Tim)
0 Komentar