Pro dan Kontra Seruan Tutup TPL, Masyarakat Minta Mediasi Terbuka

TARUTUNG|GarisPolisi.com Seruan penutupan PT Toba Pulp Lestari (TPL) yang disampaikan oleh Ephorus HKBP Pdt. Dr. Victor Tinambunan memicu perdebatan sengit di kalangan masyarakat Sumatera Utara, khususnya di wilayah Tapanuli atau Tano Batak. Dukungan dan penolakan pun bermunculan, mencerminkan polarisasi tajam terkait keberadaan industri bubur kertas tersebut.

Dalam pernyataan resmi yang dikutip dari Kompas.com, Ephorus HKBP menyatakan bahwa keberadaan TPL selama ini telah menyebabkan kerusakan lingkungan, konflik agraria, hingga ketidakadilan terhadap masyarakat adat. Ia mendesak agar operasional perusahaan tersebut dihentikan demi kelestarian lingkungan dan pemulihan hak-hak masyarakat adat.

“TPL harus ditutup karena lebih banyak membawa mudarat daripada manfaat. Kerusakan hutan, pencemaran air dan udara, serta konflik horizontal adalah fakta yang tak bisa diabaikan,” ujar Pdt. Victor dalam konferensi pers di Tarutung.

Namun, seruan ini mendapat respons beragam dari masyarakat dan tokoh publik. Mantan Ketua Pengawas Yayasan Universitas HKBP Nomensen, Capt. Anthon Sihombing, menyayangkan langkah yang diambil Ephorus. Ia menilai keputusan tersebut belum melalui dialog yang inklusif dan cenderung reaktif.

“Seharusnya Ephorus lebih dulu memperkuat data dan melibatkan semua pihak dalam forum dialog. TPL memiliki kontribusi terhadap ekonomi lokal, seperti penyediaan lapangan kerja dan pembangunan infrastruktur,” ujar Anthon saat ditemui di Tarutung, Senin (2/6/2025), sebagaimana diberitakan oleh Medanbisnisdaily.com.

Seruan tutup TPL ini juga memicu gelombang aksi masyarakat. Ratusan warga, petani, mahasiswa, dan komunitas adat yang tergabung dalam Aliansi Gerakan Rakyat Tutup TPL menggelar unjuk rasa di Tarutung pada akhir Mei 2025. Mereka menyuarakan tujuh tuntutan, termasuk penutupan total operasional TPL, penghentian kriminalisasi terhadap masyarakat adat, serta pengembalian tanah ulayat yang diduga dirampas perusahaan.

“Kami datang bukan untuk membuat kegaduhan, tapi untuk memperjuangkan hak kami. TPL adalah sumber penderitaan rakyat Tano Batak,” tegas Ketua Aliansi, Anggiat Sinaga, seperti dikutip dari CNN Indonesia.

Aksi ini disambut oleh anggota DPRD Tapanuli Utara. Wakil Ketua DPRD Taput, Reguel Simanjuntak, menyatakan dukungannya terhadap pembentukan panitia khusus (Pansus) penutupan TPL. “Kami sepakat mendukung rakyat. Besok, fraksi-fraksi akan kirim perwakilan untuk membentuk Pansus,” ujarnya di hadapan massa.

Namun, respons berbeda datang dari pihak Pemerintah Kabupaten Taput. Wakil Bupati Deni Lumbantoruan menyatakan pihaknya masih akan membahas tuntutan tersebut bersama Bupati yang saat ini berada di Jakarta. Jawaban ini menuai kekecewaan dari massa aksi.

Pihak PT TPL sendiri menyayangkan seruan penutupan yang dilontarkan pimpinan gereja. Dalam keterangannya, Direktur TPL Jandres Silalahi menyebut bahwa pihaknya selalu berupaya menjalankan prinsip-prinsip keberlanjutan dan patuh terhadap peraturan.

“Kami telah melakukan investasi jangka panjang dan menjalin kemitraan dengan masyarakat. Kami terbuka terhadap evaluasi dan siap berdialog,” ujar Jandres, dikutip dari DetikSumut.

Melihat situasi yang semakin memanas, sejumlah pengamat kebijakan dan tokoh masyarakat mengusulkan mediasi terbuka antara pihak gereja, pemerintah, masyarakat adat, dan manajemen TPL.

“Jangan sampai seruan ini menciptakan konflik horizontal di masyarakat. Kita butuh ruang dialog yang adil dan terbuka,” ujar seorang pengamat sosial dari Medan yang tidak ingin disebut namanya.

Menurutnya, polemik ini seharusnya menjadi momentum refleksi untuk memperbaiki tata kelola lingkungan dan kehutanan. Ia menambahkan bahwa gereja harus menyampaikan data secara terbuka, begitu juga TPL harus transparan terhadap dampak operasionalnya.

“Kalau memang TPL adalah ‘kutukan’, tunjukkan datanya. Tapi jika bisa dibuktikan membawa ‘berkat’ bagi masyarakat, itu juga harus diakui. Intinya, jangan terburu-buru. Selesaikan secara dialogis,” pungkasnya.

(Red)

Posting Komentar

0 Komentar