Pematangsiantar | GarisPolisi.com – Aksi demonstrasi yang dilakukan oleh aliansi mahasiswa se-Kota Pematangsiantar pada Kamis (27/03/25) berujung ricuh setelah anggota DPRD Kota Pematangsiantar diduga melakukan tindakan represif terhadap massa aksi. Demonstrasi tersebut digelar sebagai bentuk penolakan terhadap Undang-Undang (UU) TNI yang dianggap berpotensi mengancam supremasi sipil dan demokrasi.
Dalam aksi yang berlangsung di depan gedung DPRD Kota Pematangsiantar, mahasiswa menuntut agar para anggota legislatif menandatangani petisi penolakan UU TNI. Namun, ketidaksiapan DPRD dalam memberikan respons konkret memicu kekecewaan di kalangan demonstran. Ketegangan meningkat, yang berujung pada bentrokan antara massa aksi dan aparat keamanan serta tindakan represif yang dilakukan oleh seorang anggota DPRD.
Ketua Umum Ikatan Mahasiswa Pematangsiantar/Simalungun Lhokseumawe - Aceh Utara (IMPS), Reza Izzan Hariz Rangkuti, mengecam keras tindakan tersebut. Ia menilai aksi represif itu sebagai bentuk pembungkaman demokrasi dan mencerminkan ketidakmampuan anggota DPRD dalam berdialektika serta mewakili kepentingan rakyat.
“Kami sangat menyayangkan tindakan represif yang dilakukan oleh anggota DPRD terhadap massa aksi. Ini bukan hanya melukai demokrasi, tetapi juga menunjukkan bahwa wakil rakyat gagal dalam berdiskusi dan mendengar aspirasi publik. Jika legislatif tidak mampu berkomunikasi dengan mahasiswa, bagaimana mereka bisa menjalankan tugas sebagai perwakilan rakyat?” ujar Reza.
Lebih lanjut, Reza menegaskan bahwa tindakan represif semacam ini justru dapat memperburuk stabilitas negara dan menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap lembaga legislatif. Ia mendesak agar DPRD Kota Pematangsiantar segera memberikan klarifikasi dan mempertanggungjawabkan insiden ini.
“Kami meminta agar ada pertanggungjawaban dari pihak yang terlibat. Demokrasi harus dijaga, bukan dibungkam dengan tindakan represif. Jika terus dibiarkan, ini akan menjadi preseden buruk bagi kehidupan demokrasi kita,” pungkasnya.
Aksi demonstrasi yang berakhir dengan bentrokan ini menjadi refleksi penting bagi DPRD Kota Pematangsiantar untuk lebih terbuka dalam berdialog dan menerima aspirasi masyarakat. Kejadian ini juga menegaskan urgensi perbaikan komunikasi antara pemerintah dan rakyat guna menjaga stabilitas demokrasi yang sehat dan inklusif.
(RK/YN)
0 Komentar