Sidang Gugatan Ir Heriati Chaidir Lawan PT PSU Berlangsung Seru


Saksi Hukum Perdata dan Hukum Perseroan Terbatas, Prof. Dr. Tan Kamello saat memberikan keterangan dalam sidang gugatan Ir Heriati Chaidir, Senin (7/2/2022).


Penulis : Hafnizar

Medan, GarisPolisi.com - Sidang gugatan Ir. Heriati Chaidir, MM lawan Tergugat I, PT Perkebunan Sumatera Utara (PSU), Tergugat II mantan Dirut PT PSU, Ir. Gazali Arief MBA, dan turut Tergugat I Pemprovsu, turut tergugat II Koperasi Karyawan PT PSU yang digelar di ruang Cakra 6 Pengadilan Negeri (PN) Medan, Senin (7/2/2022) berlangsung seru. 

Pasalnya didalam persidangan yang beragendakan mendengarkan keterangan dari saksi Ahli Hukum Perdata dan Hukum Perseroan Terbatas, Prof. Dr. Tan Kamello tersebut, Majelis Hakim menegur salah seorang kuasa hukum dari turut Tergugat I.

"Saudara kalau masih tanya itu itu juga, akan kami stop pertanyaan buat saudara," tegas ketua Majelis Hakim Dominggus Silaban.

Selain itu Majelis Hakim juga mengingatkan kepada pihak tergugat untuk tidak memaksakan pendapat saksi ahli Hukum Perdata dan Hukum Perseroan Terbatas, Prof. Dr. Tan Kamello untuk mengikuti kemauan dari Tergugat.

Nah dalam sidang tersebut saksi Hukum Perdata dan Hukum Perseroan Terbatas, Prof. Dr. Tan Kamello dalam keterangannya mengatakan, ketika digantikan direksi baru, maka direksi yang lama harus menyampaikan permasalahan. Untuk peralihan direksi baru, direksi baru harus menerima dan menyelesaikan permasalahan pada PT tersebut.

Selain itu ahli juga menjelaskan untuk kerugian emateril harus diperhitungkan, dan sesuai dengan jaraknya. 

Saksi Hukum Perdata dan Hukum Perseroan Terbatas, Prof. Dr. Tan Kamello juga menerangkan, direksi yang lama bebas dari tuntutan hukum, baik itu administrasi perdata maupun pidana. 

"Kalau itu dibebankan kepada direksi yang lama, itu adalah suatu hal yang keliru. Karena didalam rapat pimpinan umum pemegang saham (RUPS) dinyatakan bahwa pertanggungjawaban direksi yang lama udah dilepaskan dari tanggungjawab hukum. Sehingga direksi lama itu bebas dari tuntutan hukum, baik itu administrasi perdata maupun pidana," ucap saksi Ahli.

Tak hanya itu, saksi Ahli juga mengatakan Direksi baru harus menjalankan perseroan itu sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya.

"Sebenarnya Direksi baru harus menjalankan perseroan itu sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya. Bukan direksi yang baru menelantarkan semua aset - aset yang sudah merupakan suatu keuntungan. Dan dengan diterlantarkan, maka perseroan itu mengalami kerugian.

Oleh karena itu direksi sebelum dia meninggalkan perseroan, maka direksi diminta pertanggungjawaban melalui RUPS. Supaya ada perbuatan-perbuatan mungkin kesalahannya atau pembenarannya, maka dia harus menyatakan didalam RUPS dengan alasan-alasan tertentu bahwa dia mengundurkan diri dari jabatannya. 

Direksi yang baru ini dia bertanggungjawab pengurusan dan pelaksanaan dalam perseroan, harusnya melanjutkan. Ketika dia menerima tanggungjawab yang baru ini dari direksi yang sebelumnya dari direksi yang terdekat bukan dari direksi yang jauh kali ini, 10 tahun. 

Dia harus melihat peralihan tanggungjawab dia harus periksa dengan benar, semua dokumen - dokumennya, aset - asetnya sesuai atau tidak sehingga dia menerima atau menolak. Kalau dia menerima, berarti dia sudah menerima segala positif atau negatif dari kinerja perseroan itu," jelas saksi Hukum Perdata dan Hukum Perseroan Terbatas, Prof. Dr. Tan Kamello.

Sementara kuasa hukum dari penggugat yakni OK. Iskandar, SH, MH didampingi OK. M. Ibnu Hidayah, SH, MH, C.L.A mengungkapkan, bahwa Penggugat (Ir Heriati Chaidir) selaku mantan Direktur PT. PSU periode 2007-2010 ada membuka lahan Perkebunan di Desa Simpang Koje, Mandailing Natal, pada tahun 2007. 

ahwa Pembukaan dan Penanaman Lahan Tersebut telah disetujui dan disepakati Oleh Pemegang Saham dalam RUPS PT. PSU, dan proses pengembangan lahan tersebut telah melalui mekanisme kajian bisnis studi kelayakan, dan telah dilakukan tata batas kawasan hutan.

Sehingga lahan tersebut telah menjadi aset produktif dari PT PSU, dan setelah masa jabatan Penggugat selaku direktur berakhir pada tahun 2010, telah diberikan pelepasan tanggung jawab kepada Penggugat oleh Pemegang Saham dalam RUPS PT PSU.

Selain itu lanjut OK. M. Ibnu Hidayah, sampai dengan tahun 2019, lahan perkebunan simpang koje tersebut tidak ada permasalahan, namun pada tahun 2020 timbul informasi bahwa sebahagian dari lahan simpang Koje tersebut ternyata masuk dalam penunjukan Kawasan Hutan. 

Menindaklanjuti hal tersebut Direktur Utama PT. PSU (Tergugat II) mengambil tindakan dengan menginstruksikan agar lahan tersebut tidak dikelola lagi, sehingga menjadi terlantar. 

"Padahal seharusnya tindakan direktur utama wajib mempertahankan aset perusahaan, dan dengan terbitnya UU Cipta Kerja, direksi wajib mengiktui ketentuan Pasal 110 A dan 110B agar lahan perusahaan dapat dikeluarkan dari penununjukan Kawasan Hutan. Tindakan menelantarkan lahan simpang koje tersebut merupakan Perbuatan Melawan Hukum, sebab merugikan banyak pihak," ungkap OK. M. Ibnu Hidayah, SH, MH, C.L.A diluar persidangan.

Diketahui dalam gugatan tersebut, penggugat meminta kepada Majelis Hakim agar mengabulkan seluruh gugatannya. Menghukum Tergugat I dan Tergugat II agar membayar kerugian yang diderita Penggugat baik materil maupun moril sebesar Rp 10 miliar. 

Posting Komentar

0 Komentar