Ahli Kehutanan, Dr Sadino : Aneh, Kenapa Gubsu Dan Direksi Bertanya Lagi Soal Tapal Batas PT PSU

Dr Sadino SH, MH, dari Unversitas Al Azhar Indonesia saat menjadi saksi ahli dalam sidang lanjutan gugatan terhadap PT PSU.


Penulis : Hafnizar

Medan, GarisPolisi.com - Kalau Gubernur dan direksi PT. Perkebunan Sumatera Utara (PSU) tidak menanyakan tapal batas terkait lahan 600 hektar di Desa Simpang Koje Kabupaten Lingga Bayu Kabupaten Mandailing Natal ke Kementerian Kehutanan, tidak akan ada persoalan.

"Tapi aneh, baik Gubernur maupun jajaran direksi yang sekarang dan sebelumnya kenapa bertanya lagi soal tapal batas ke Kementerian Kehutanan," kata saksi ahli Dr Sadino SH, MH, dari Unversitas Al Azhar Indonesia dalam sidang lanjutan gugatan terhadap PT PSU (tergugat I), mantan Dirut Ir Gazali Arif (tergugat II), Pempropsu dan Koperasi Karyawan PT PSU (turut tergugat I dan II) oleh Ir Heriati Chaidir di ruang Cakra 6  Pengadilan Negeri (PN) Medan, Senin (14/2).

Ahli Kehutanan dari GAPKI (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia) menyebutkan PP no.60 tahun 2012 bisa saja djlakukan tukar guling tinggal mencari lahan tambahan.

"Kan ada APK tinggal menambahkan, lalu tukar gulingkan selesai," ucap Sadino.

Menurut Sadino, seharusnya Direksi PT PSU sekarang maupun sebelumnya  tidak lagi mempertanyakan tapal batas ke Kementerian Kehutanan terkait tanah perkebunan dan tanah masyarakat.

"Udah clear kok di tahun 2006, Bupati Madina dan pihak Kehutanan sudah mengeluarkan surat, itulah seharusnya menjadi pegangan PT PSU. Jadi kenapa direkasi kembali mempertanyakan lahan 600 hektare itu di tahun 2010, hasilnya Kementerian Kehutanan kembali menetapkan sebagai hutan lindung, ada apa ini ?," tanya ahli.

Dr Sadino menyebutkan,masih ada waktu 2 tahun lagi untuk menyelesaikan hal tersebut. "Kalau mau masih ada waktu 2 tahun untuk mengajukan ke Kementerian Kehutanan," himbaunya.

Ketika ditanya,lahan tersebut siapa yang menguasai dan siapa yang diuntungkan? Saya tidak tau,disinilah janggalnya kasus PT PSU ini," sebutnya.

Dihadapan majelis hakim yang diketuai Dominggus Silaban Dr Sadino memaparkan tentang UU Kehutanan no 41 tahun 1999,terkait devinisi kawasan hutan yang  sudah direvisi oleh Mahkamah Konstitusi ( MK) dan dikabulkan ."Dulu kawasan tertentu yang ditunjuk dan ditetapkan,setelah direvisi menjadi ditetapkan.Dan yg memiliki kekuatan hukum adalah yg ditetapkan oleh Menteri Kehutanan," ungkapnya.

Sedangkan keriteria areal yg bisa menjadi kawasan hutan,dipisah - pisah,karena ada kawasan hutan lindung,konservasi,hutan produksi.Hutan lindung dan hutan konservasi tidak bisa dikelola dan hanya hutan produksi yg bisa diperuntukkan.

Di Sumatera Utara sebutnya,perkebunan termasuk kawasan hutan produksi terdapat 3.800  ha hutan produksi dan hutan produksi terbatas.

"Kawasan hutan yg boleh dikuasai masyarakat sesugguhnya tidak bisa kecuali areal penggunaan lahan ( APL),paparnya.

Lantas Sadino menceritakan kejadian  di Rokan Hilir Riau,ada kawasan hutan lindung yang sebelumnya 60 persen dan sekarang menjadi 80 persen kawasan hutan,termasuk area perkampungan dihitung menjadi kawasan hutan lindung dan perkebunan.

Di luar persidangan,kuasa hukum penggugat OK Iskandar mengatakan,masalah PT PSU di Madina ibarat orang yang sudah menikahi seorang perempuan secara sah,namun satu saat kembali dipertanyakan soal pernikahan,padahal sudah lama menikah dan sah secara hukum.

"Ini ibarat orang yang menikahi perempuan satu saat ditanya lagi apa itu isteri saya, padahal udah jelas itu isterinya," ujar Ok Iskandar sambil tersenyum.

Posting Komentar

0 Komentar