Perjalanan Widya menuju hari wisuda tidak mudah. Putri dari pasangan sederhana di Dusun Tambak Bayan, Desa Seintis, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang ini sempat hampir menyerah. Uang kuliah yang menumpuk dan tak kunjung terbayar membuatnya nyaris tak bisa mengikuti sidang skripsi.
Ibunya, Suminah, pernah menjadi Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Malaysia demi menyekolahkan anak semata wayangnya. Namun setelah dua tahun bekerja di negeri jiran, keterbatasan ekonomi memaksanya pulang. Kini, Suminah bekerja sebagai buruh cuci, sementara suaminya menjadi tukang taman. Dengan pendapatan seadanya, kebutuhan rumah tangga saja sering tak terpenuhi, apalagi untuk membayar biaya kuliah yang tersisa Rp 4,5 juta.
"Sudah ke mana-mana saya coba pinjam uang, tapi tak ada hasil. Saya hanya ingin anak saya bisa ujian dan lulus," tutur Suminah sambil menahan tangis saat ditemui di rumah gubuknya.
Di tengah keputusasaan, seorang tetangga menyarankan agar Suminah menghubungi Muhammad Dahnil Ginting, anggota DPRD Kabupaten Deli Serdang dari Fraksi Gerindra. Dengan penuh harap, ia memberanikan diri menghubungi sang legislator.
Tak disangka, hanya berselang sehari, Dahnil datang langsung ke rumah mereka—tanpa pengawalan, hanya mengendarai sepeda motor dan mengenakan topi sederhana. Suminah bahkan sempat ragu, tak percaya seorang anggota dewan bisa begitu merakyat dan tulus datang ke rumahnya yang sederhana.
“Saya sempat tidak yakin, karena beliau datang sangat sederhana. Tapi begitu saya lihat wajahnya, ternyata benar, itu Pak Dahnil,” ucapnya.
Kedatangan Dahnil bukan sekadar basa-basi. Ia menyempatkan diri untuk melihat langsung kondisi rumah keluarga Widya. Setelah mendengar cerita perjuangan mereka, ia langsung bergegas menuju Universitas Imelda Medan dan menemui pihak kampus. Tanpa banyak bicara, Dahnil melunasi semua tunggakan biaya kuliah Widya.
"Saya hanya ingin Widya bisa sidang dan melanjutkan hidupnya. Kita tidak harus saling kenal untuk bisa saling menolong," ujar Dahnil kemudian.
Tindakan Dahnil tak hanya menghapus beban keluarga Widya, tapi juga membuka jalan bagi mahasiswi itu untuk kembali bermimpi. Kini, Widya telah mengikuti sidang skripsi, diwisuda, dan siap melangkah ke babak baru dalam hidupnya.
Lewat pesan WhatsApp, Widya menyampaikan rasa terima kasih yang begitu mendalam. “Assalamualaikum, Pak... Maaf mengganggu waktunya. Terima kasih banyak, Pak. Karena bantuan Bapak, saya bisa sidang hari ini. Saya bersyukur sekali. Semoga segala urusan Bapak selalu dimudahkan dan diberkahi,” tulisnya haru.
Ia juga mengirimkan foto dirinya mengenakan toga, berdiri di samping dosen pembimbing dan staf kampus, sebagai bukti nyata bahwa bantuan Dahnil telah membuahkan hasil.
Wakil Rektor III Universitas Imelda Medan, Mirah, turut membenarkan bahwa Widya sempat mengalami kendala administrasi dan nyaris gagal mengikuti sidang. Ia menyampaikan apresiasi kepada Dahnil atas kepedulian dan respons cepatnya.
“Kami sangat tersentuh. Semoga semakin banyak wakil rakyat seperti beliau yang benar-benar peduli dengan masa depan mahasiswa dari keluarga kurang mampu,” ujar Mirah.
Bagi Dahnil, kisah Widya adalah panggilan nurani. Ia percaya bahwa menjadi wakil rakyat bukan hanya tentang duduk di kursi legislatif, tapi juga hadir langsung di tengah-tengah rakyat saat mereka sedang kesulitan.
“Arahan Pak Prabowo sangat jelas: kader Gerindra harus hadir untuk rakyat. Tidak boleh ada anak bangsa yang kehilangan pendidikan hanya karena miskin. Kalau kita bisa bantu, ya bantu,” tegas Dahnil.
Kisah Widya telah menyentuh banyak hati. Ia bukan sekadar mahasiswi yang lulus berkat bantuan, tetapi simbol harapan bahwa di tengah ketimpangan, masih ada tangan-tangan tulus yang hadir untuk menolong.
Kini, Widya tak lagi khawatir soal kelulusan. Yang ia pikirkan adalah bagaimana membalas kebaikan itu, dengan menjadi manusia yang juga bisa menolong sesama.
“Saya akan selalu mengingat kebaikan Pak Dahnil. Itu yang akan jadi motivasi saya ke depan. Terima kasih, Pak, dari lubuk hati saya yang terdalam,” tutupnya.
(Tim)
0 Komentar