Nelayan Sergai Terjepit! Ratusan Kapal Pukat Trawl Diduga Langgar Zona Tangkap Tradisional

SERGAI | GarisPolisi.com – Ratusan kapal bermesin dengan alat tangkap pukat trawl dilaporkan marak beroperasi di perairan Kabupaten Serdang Bedagai (Sergai), Sumatera Utara. Aktivitas ilegal ini meresahkan ribuan nelayan tradisional karena terjadi di zona tangkap yang seharusnya eksklusif bagi mereka.

Nelayan tradisional dari Desa Sei Nagalawan, Kecamatan Perbaungan, mengaku aktivitas kapal trawl makin masif sejak dua bulan terakhir. Kapal-kapal tersebut didominasi dari Kabupaten Batubara dan beroperasi secara bergantian dari siang hingga malam hari.

“Mereka berani masuk sampai setengah mil dari bibir pantai. Kami tidak bisa melarang karena jumlah kapal sangat banyak,” ungkap Rian (35), salah satu nelayan tradisional, saat ditemui di tangkahan nelayan Dusun III, Kamis (19/6/2025).

Senada dengan Rian, nelayan lainnya, Arwan Dani (45), menyebut tangkapan gurita dan udang mereka turun drastis hingga 70 persen. “Biasanya bisa 10 sampai 20 kilogram, sekarang hanya 3 sampai 5 kilogram,” ujarnya.

Selain kehilangan hasil tangkapan, mereka juga mengalami kerusakan dan kehilangan alat tangkap seperti jaring rawe yang sering tertabrak kapal trawl meski telah diberi tanda. Kerugian yang dialami sekitar 100 nelayan tradisional di Sei Nagalawan ditaksir mencapai puluhan hingga ratusan juta rupiah.

Bukan hanya dari Batubara, sejumlah kapal pukat cewek (pukat gandeng) dari Kecamatan Teluk Mengkudu, Sergai, juga dilaporkan ikut beroperasi di perairan yang sama.

Ketua dan Sekretaris Aliansi Nelayan Sumatera Utara (ANSU) Kabupaten Sergai, Irwan Syahril dan Ahmad Yani, menyatakan bahwa operasi kapal trawl tidak hanya merugikan ekonomi nelayan, tapi juga merusak lingkungan laut seperti terumbu karang dan habitat biota laut.

“Sekitar 8.000 nelayan tradisional di lima kecamatan terdampak langsung, yakni Kecamatan Pantai Cermin, Perbaungan, Teluk Mengkudu, Tanjung Beringin, dan Bandar Khalifah,” terang Irwan.

Mereka menyesalkan lemahnya pengawasan dari instansi berwenang. Selama ini, kata Irwan, nyaris tidak terlihat adanya patroli atau tindakan tegas terhadap aktivitas kapal trawl yang diduga melanggar aturan.

ANSU berencana membawa persoalan ini ke DPRD Sergai hingga DPR RI, agar pengawasan perairan bisa dikembalikan ke tingkat kabupaten/kota. Hal ini dinilai penting agar pengawasan bisa lebih maksimal dan menyentuh langsung nelayan terdampak.

“Bukan cuma kapal kecil 4 GT atau 5 GT. Sekarang kapal berkapasitas 30 GT ke atas juga ikut masuk zona tangkap tradisional yang hanya satu mil dari pantai,” tegas Irwan.

Para nelayan berharap, pemerintah daerah, provinsi, hingga pusat segera bertindak menyelamatkan perairan Sergai dari ancaman eksploitasi kapal trawl yang mengancam keberlanjutan nelayan tradisional dan ekosistem laut.

(Zulpan)

Posting Komentar

0 Komentar