![]() |
Yulisman wartawan media online Kompas One, saat membuat laporan polisi ke Polres Pasaman Barat, Senin (19/5/2025). |
Pasaman Barat | GarisPolisi.com — Aksi premanisme kembali menjadi momok bagi kebebasan pers. Kali ini, seorang wartawan dari media online Kompas One, Yulisman, menjadi korban intimidasi saat menjalankan tugas jurnalistik di Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat, pada Senin, (19/5/2025).
Insiden terjadi di Jorong Limpato, Nagari Kajai, Kecamatan Talamau, saat Yulisman melakukan peliputan proyek pembangunan drainase jalan Simpang Empat–Panti yang dikerjakan oleh PT Pesindo Prima Kreasi. Proyek tersebut sudah berlangsung sekitar satu bulan dan sedang berada pada tahap pembangunan drainase penahan badan jalan di kawasan Rimbo Kejahatan.
Saat melakukan dokumentasi dengan mengambil video dan foto menggunakan sepeda motor, Yulisman didatangi secara tiba-tiba oleh seorang pria bernama Azmi alias Fesit, yang diduga bekerja untuk perusahaan pelaksana proyek.
“Dia menghentikan saya secara paksa, memaksa untuk menyerahkan ponsel, dan mengancam akan menghapus video yang saya rekam,” ujar Yulisman saat melaporkan kejadian tersebut. “Sambil menempelkan kepalan tangan ke kening saya, dia menghardik, ‘Wartawan anjing, kubunuh kau!’,” lanjutnya.
Tidak hanya itu, Azmi juga disebut mencoba memukul Yulisman dengan potongan kayu sepanjang sekitar 1,5 meter. Beruntung, seorang rekannya bernama Nandes menghentikan aksi tersebut sebelum pemukulan terjadi. Yulisman pun segera meninggalkan lokasi untuk menghindari kekerasan lebih lanjut.
Merasa terancam, Yulisman yang merupakan Koordinator Wilayah (Koorwil) Sumbar dari Kompas One, melaporkan kejadian ini ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polres Pasaman Barat. Ia berharap polisi segera menindaklanjuti laporan tersebut.
Tindakan menghalangi kerja jurnalistik seperti ini melanggar Pasal 18 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Pasal tersebut menyebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja menghambat atau menghalangi kerja jurnalistik dapat dipidana dengan hukuman penjara maksimal dua tahun atau denda hingga Rp500 juta.
“Apa yang saya alami menunjukkan bahwa premanisme masih menjadi salah satu ancaman nyata terhadap kebebasan pers. Kami berharap penegakan hukum berjalan adil agar kejadian serupa tidak terulang,” tegas Yulisman.
Kasus ini menambah daftar panjang intimidasi dan kekerasan terhadap jurnalis yang tengah menjalankan tugas di lapangan. Kebebasan pers sebagai salah satu pilar demokrasi sepatutnya dijaga oleh semua pihak, termasuk aparat penegak hukum dan pemangku kepentingan proyek-proyek pembangunan.
(Okeh Saputra)
0 Komentar