Upaya pencabutan plang kepemilikan lahan yang diklaim milik Budisokhi Zebua oleh security PT CPA-AEP, Senin (23/9/2024) |
Penulis: Yasiduhu Mendrofa
TAPTENG | GarisPolisi.com – PT Cahaya Pelita Andhika – Anglo Eastern Plantations (PT CPA-AEP) diduga telah bertindak semena-mena atas hak kepemilikan tanah warga dengan mencabut plang kepemilikan yang dipasang oleh Budisokhi Zebua di atas lahan seluas 7 hektare di Desa Sitardas, Kabupaten Tapanuli Tengah. Pencabutan plang tersebut terjadi pada Senin (23/09/2024), dipimpin langsung oleh Manajer PT CPA-AEP, Marganda Turnip, beserta sejumlah staf dan petugas keamanan perusahaan.
Dalam peristiwa tersebut, sempat terjadi adu argumen antara Marganda Turnip dan Budisokhi Zebua yang diwakili kuasa hukumnya, Adv. Johanes Nahum Manogi, SH., C.Med. Marganda bersikeras bahwa lahan yang diklaim oleh Budisokhi termasuk dalam Hak Guna Usaha (HGU) PT CPA-AEP. Namun, pihak Budisokhi bersikukuh bahwa tanah tersebut telah ia beli pada tahun 1998 dari Heber Sipahutar.
Saling Klaim Hak Kepemilikan
Baik PT CPA-AEP maupun Budisokhi Zebua masing-masing mengklaim memiliki bukti kepemilikan yang sah atas tanah seluas 7 hektare tersebut. Budisokhi melalui kuasa hukumnya, Adv. Johanes Nahum Manogi, menjelaskan bahwa pihaknya sudah tiga kali mendatangi kantor PT CPA-AEP, baik secara langsung maupun melalui surat, untuk meminta klarifikasi terkait lahan yang disebut masuk dalam HGU. Namun, menurutnya, tidak ada tanggapan dari pihak perusahaan.
Sebaliknya, PT CPA-AEP mengaku tidak pernah menerima surat dari pihak Budisokhi terkait kepemilikan lahan. Mereka juga meminta Budisokhi datang ke kantor perusahaan untuk melihat dokumen resmi HGU.
“Sudah tiga kali kami layangkan surat ke PT CPA-AEP, tapi tidak ada balasan,” ungkap Johanes Nahum Manogi.
Perdebatan Alot Berujung Pemasangan Ulang Plang
Meski sempat terjadi perdebatan yang alot, pihak Budi Sokhi Zebua akhirnya memutuskan untuk kembali memasang plang yang menandakan hak kepemilikan tanahnya. Plang tersebut bertuliskan: “Tanah Ini Milik Budisokhi Zebua, dengan surat keterangan ganti rugi tanah yang diketahui Kepala Desa Sitardas, 18 Juni 1998, seluas 70.000 m² (7 Ha).”
Pihak Budisokhi juga berencana membawa kasus ini ke ranah hukum jika tidak ada penyelesaian yang memuaskan dari pihak perusahaan. Kuasa hukumnya telah menegaskan bahwa mereka akan mengajukan tuntutan resmi ke pengadilan jika PT CPA-AEP tetap mengabaikan hak-hak kliennya.
Kronologi Pembelian Lahan
Budisokhi Zebua menjelaskan bahwa ia membeli lahan tersebut dari Heber Sipahutar pada tahun 1998 dengan nilai Rp 6 juta. Transaksi tersebut diketahui oleh Kepala Desa Sitardas saat itu, Arkanudin Hasibuan. Lahan yang dibeli sempat ditanami pohon karet dan sawit, namun karena jarak rumah Budisokhi yang cukup jauh, ia jarang mengunjungi lahan tersebut.
“Saya beli lahan itu pada tahun 1998, tapi karena jaraknya jauh dan saya sibuk, lahan itu tidak dikelola. Ketika saya periksa tahun 2006, lahan saya sudah digarap oleh PT CPA-AEP tanpa izin,” jelas Budisokhi.
Menurut Budisokhi, sejak tahun 2006, lahan tersebut telah dikuasai oleh PT CPA-AEP tanpa sepengetahuannya. Ia telah berupaya meminta klarifikasi kepada Kepala Desa Sitardas saat itu, namun tidak mendapat tanggapan yang memadai.
Langkah Hukum yang Diambil
Karena tidak ada kejelasan dari pihak perusahaan, Budisokhi Zebua menunjuk Adv. Johanes Nahum Manogi, SH., C.Med., sebagai kuasa hukumnya untuk menyelesaikan sengketa ini secara hukum. “Saya siap mendampingi klien saya untuk menuntut keadilan atas tanahnya yang diduga diserobot oleh PT CPA-AEP,” tegas Johanes.
Johanes juga menyampaikan bahwa surat kuasa khusus telah diberikan kepada dirinya dengan nomor 027/SKK/JNM/V/2024 tertanggal 25 Mei 2024. Ia akan mengajukan kasus ini ke pengadilan atas dugaan penyerobotan lahan dan pemalsuan dokumen oleh perusahaan.
“Kami telah berulang kali mencoba berkomunikasi dengan perusahaan, tapi tidak ada respons. Oleh karena itu, kami akan membawa kasus ini ke jalur hukum,” ujar Johanes.
Meski sempat terjadi ketegangan saat pencabutan plang, peristiwa ini tidak berujung pada kekerasan fisik. Namun, pihak Budisokhi Zebua tetap merasa dirugikan secara materiil dan psikologis, serta bertekad untuk memperjuangkan haknya di pengadilan.
0 Komentar