Praktisi Hukum Kamaluddin Pane SH, MH: Harus Ada Perubahan Pola Penuntutan Oleh Jaksa KPK RI

MEDAN|GarisPolisi.com - Untuk menekan angka prilaku korupsi di Badan-Badan Negara, Praktisi Hukum Kamaluddin Pane SH, MH yang juga merupakan Ketua Bidang Hukum TKD PRABOWO-GIBRAN Provinsi Sumatera Utara menyarankan adanya perubahan radikal pada pola penuntutan yang dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia.

Perubahan pola tersebut, dimaksudkan untuk menumbuhkan efek jera bagi para pelaku dengan menggunakan instrumen hukum yang tersedia sebagaimana diatur didalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 

"Jadi begini, ada banyak variabel yang menyebabkan sulitnya menurun angka pertumbuhan prilaku korupsi di Indonesia, diantaranya sistem penggunaan pengadaan barang jasa yang masih manual. Celah sistem yang memungkinkan mudahnya melakukan korupsi, penyitaan asset hasil korupsi yang belum terakomodasi secara sempurna dalam Undang-Undang, mental yang ingin kaya secara mudah. Termasuk pola penuntutan pada Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang cenderung lunak khususnya penuntutan oleh Jaksa KPK RI yang menurut saya cenderung lunak," ucap Kamaluddin Pane, SH, MH. 

Selain itu Kamaluddin Pane juga menerangkan, tuntutan untuk pelanggaran pada Pasal 12 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi misalnya, sudah ada batasan mininum 4 tahun dan maksimum 20 tahun. Tuntutan JPU umumnya dianggap lunak dan tidak menumbuhkan efek jera dan ketakutan karena penuntutannya diangka mininum, dan hanya menjadi tinggi tuntutannya saat terdakwa mencoba melawan atau tidak mengakui perbuatannya maka jaksa KPK menuntut dengan hukuman yang lebih tinggi.   

"Hemat saya, pola penuntutan ini harus diubah, sekalipun para pelaku korupsi koperatif atau mengakui perbuatannya dan mengembalikan kerugian, harus dituntut lebih tinggi, karena pada dasarnya dari aspek hukumannya memungkinkan diberikan hukuman yang lebih tinggi. Kan itu pasal sudah mengakomodasi misalnya diberikan sepuluh tahun, atau lima belas tahun, tentu bila melihat contoh tuntutan ini seseorang berpikir ulang untuk melakukan pelanggaran pasal 12 itu atau pasal lain, bagi yang tidak mengakui sekalipun dengan bukti-bukti yang jelas bisa saja dituntut penjara sembilan belas tahun atau dua puluh  tahun," jelas Kamal. 

Tak hanya itu Kamal juga menyebutkan untuk kedepan, JPU tidak lagi menuntut dengan tuntutan minimum tetapi harus diangka maksimum.

"Saya juga menyarankan kedepan dibawah kepemimpinan PRABOWO-GIBRAN, pola penuntutan yang tinggi ini harus dilakukan JPU KPK RI, JPU Kejaksaan Negeri, JPU Kejaksaan Tinggi dan JPU Kejaksaan Agung, penuntutan perkara bidang Tipikor tidak lagi menuntut dengan tuntutan minimum tetapi harus diangka maksimum yang telah ditentukan oleh pasal-pasal dimaksud. Tujuannya adalah efek jera  dan pencegahan bagi penyelenggara negara untuk tidak melakukan perbuatan korupsi," terang Kamal Pane.

Sebelum mengakhiri Kamal juga menyampaikan kedepannya harus segera merealisasikan Rancangan Undang-Undang Perampasan Asset menjadi Undang-Undang sebagai upaya menekan turunnya angka korupsi di indonesia.

"Selain penuntutan tinggi oleh JPU, Pemerintah pasca terpilih hasil pemilu  ini bersama dengan DPR RI, kedepan harus segera merealisasikan Rancangan Undang-Undang Perampasan Asset menjadi Undang-Undang sebagai upaya menekan turunnya angka korupsi di indonesia," tegas Kamal Pane.

(Zar)

Posting Komentar

0 Komentar