Praktisi Hukum Kamaluddin Pane, SH, MH: Hukuman Peringatan Keras oleh DKPP Terhadap Komisioner KPU Pusat Bertentangan Dengan Azas Hukum Inter Parties dan Erga Omnes

MEDAN|GarisPolisi.com - Pengacara Kamaluddin Pane SH, MH, mengatakan keputusan bersalah berupa peringatan keras oleh DKPP terhadap Komisioner KPU Pusat Hasyim As’ari, Yulianto Sudrajat, August Mellaz, Betty Epsilon Idroos, Idham Holik, Muhammad Afifuddin, dan Parsadaan Harahap adalah keputusan yang bertentangan dengan Azas Hukum yang dianut oleh Mahkamah Konstitusi, Rabu (7/2/2024).

"Harus difahami, bahwa keputusan Mahkamah Konstitusi bersifat final mengikat para pihak (inter parties) dan harus ditaati oleh siapapun (erga omnes)". Seharusnya DKPP memahami bahwa KPU hanya menjalankan amanah Putusan Mahkamah Konstitusi". Azas Erga Omnes berlaku bagi setiap individu, orang atau negara tanpa perbedaan, sehingga ketika KPU Pusat memproses pendaftaran Capres Gibran sudah sesuai dengan Azas Hukum dan Prinsip pelaksanaan Putusan Mahkamah Konstitusi. Hemat saya sudah tepat itu KPU Pusat yang memproses pendaftaran Capres Gibran," tegas Kamal Pane. 


Selain itu Kamal Pane juga menjelaskan bahwa Pasal 47 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sudah menegaskan dengan tegas.


"DKPP juga seharusnya memahami, bahwa prinsip berlakunya Putusan Mahkamah Konstitusi telah diatur sedemikian rupa, Pasal 47 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sudah menegaskan dengan tegas. "Putusan Mahkamah Konstitusi memperoleh kekuatan hukum tetap sejak selesai diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum". Berdasarkan pasal 47 tersebut, tidak ada kewajiban bagi KPU RI untuk terlebih dahulu berkonsultasi dengan Badan-Badan Negara ataupun Lembaga-Lembaga Negara dalam memberlakukan putusan Mahkamah Konstitusi," terang Kamal Pane


Tak hanya itu Kamal Pane juga menyebutkan Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final, yakni putusan Mahkamah Konstitusi langsung memperoleh kekuatan hukum tetap sejak diucapkan dan tidak ada upaya hukum yang dapat ditempuh.


"Selanjutnya Pasal 10 (1) Undang-Undang Republik Indonesia nomor 8 tahun 2011 tentang perubahan atas undang-undang nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi menyatakan "Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final, yakni putusan Mahkamah Konstitusi langsung memperoleh kekuatan hukum tetap sejak diucapkan dan tidak ada upaya hukum yang dapat ditempuh". Sifat final dalam putusan Mahkamah Konstitusi dalam Undang-Undang ini mencakup pula kekuatan hukum mengikat (final and binding)," ungkap Kamal Pane.


Untuk Putusan Mahkamah Konstitusi berbeda dengan putusan peradilan umum yang hanya mengikat para pihak berperkara.


"Putusan Mahkamah Konstitusi berbeda dengan putusan peradilan umum yang hanya mengikat para pihak berperkara (interparties). Perihal sifat finalnya putusan Mahkamah Konstitusi tersebut ditegaskan dalam pasal 24 C ayat (1) UUD 1945 "Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum," ujarnya.


Nah berdasarkan ketentuan di atas maka putusan MK bersifat final yang berarti secara langsung memperoleh kekuatan hukum.


"Berdasarkan ketentuan tersebut maka putusan MK bersifat final yang berarti secara langsung memperoleh kekuatan hukum, karena memperoleh kekuatan hukum tetap maka putusan MK memiliki akibat hukum bagi semua pihak yang berkaitan dengan putusan. Ketika MK memutuskan membatalkan pasal-pasal yang terkait dengan penghinaan terhadap Presiden tahun 2006 lalu, maka sejak putusan itu diucapkan, tidak bisa lagi ada penerapan pasal-pasal tersebut dan seluruh lembaga-lembaga negara otomatis mematuhinya," sebut Kamal Pane.


Sebelum mengakhiri, Kamal Pane juga menyarankan agar KPU Pusat melakukan perlawanan hukum terhadap Putusan DKPP itu.


"Hemat saya, putusan DKPP Nomor 135, 136, 137, 141 terhadap Komisioner KPU Pusat berupa peringatan keras adalah keliru. KPU Pusat hanya menjalankan amanah Putusan Mahkamah Konstitusi tanggal 16 Oktober 2023 dalam perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023. Sebaiknya KPU Pusat melakukan perlawanan hukum terhadap Putusan DKPP tersebut," pungkas Kamal Pane.


(Zar)

Posting Komentar

0 Komentar