Ratusan Warga Dari Poktan Patama Protes Eksekusi Lahan di Labura

LABURA|GarisPolisi.com - Ratusan warga yang tergabung dalam Kelompok Tani (Poktan) Patama, Rabu 11 Oktober 2023, melakukan aksi protes atas Keputusan MA Nomor 1810 K yang melakukan eksekusi paksa lahan melalui Pengadilan Negeri Rantauprapat seluas 126,7 Ha, yang didalamnya terdapat lahan perkebunan sawit milik Lie Kian Seng alias Aheng, di Desa Belungkut, Kecamatan Merbau Kabupaten Labuhanbatu Utara (Labura), dan di Desa Negeri Lama Seberang, Kecamatan Bilah Hilir, Kabupaten Labura, Sumatera Utara.

Dalam aksi protes itu ratusan warga sempat membentangkan spanduk yang berisikan lahan yang di eksekusi tersebut diduga salah objek, dan HGU penggugat PT Belungkut juga telah berakhir tanggal 31 Desember 2021, dua tahun lalu, sehingga eksekusi lahan yang dilakukan Pengadilan Negeri Rantau Perapat seluas 126,7 Ha terkesan dipaksakan.

Ratusan warga pendemo tersebut juga sempat berada di depan pintu masuk lokasi eksekusi, namun dihadang ratusan personil  dari Polres Labuhanbatu  yang dikerahkan untuk mengawal jalannya eksekusi, serta dibantu puluhan petugas Satpol PP,  guna menghindari hal yang tidak diinginkan, dan setelah berorasi kemudian ratusan warga meninggalkan lokasi eksekusi dengan tertib. 

Menurut Ahmad Kanali juru bicara  Poktan Patama,  aksi yang mereka lakukan sebagai bentuk protes terhadap pihak Pengadilan Negeri Rantauprapat yang melakukan eksekusi lahan yang diklim milik PT Blunkut dengan HGU nomor 01 tahun 1992 yang berada di Desa Belungkut  dan di Desa Negeri Lama Seberang  putusan Pengadilan Negeri Rantauprapat tersebut diduga salah objek, sehingga terkesan dipaksakan.

Lebih lanjut Ahmad Kanali mengatakan PT Blunkut menggarap tanah masyarakat yang terdapat di Desa Tubiran dan Sipare pare Hilir dengan  izin prinsip untuk tanaman kakao dan karet.

Namun fakta dilapangan yang ada adalah tanaman kelapa sawit dan masa berlaku HGU PT Belungkut  adalah 30 tahun berlaku sampai tanggal 31 desember 2021, sehingga HGU PT Blunkut telah berakhir hampir dua tahun yang lalu.

Namun eksekusi masih dijalankan, HGU PT Blunkut diterbitkan diatas tanah yang  sudah memiliki sertifikat surat hak milik  tahun 1990, kemudian BPN Labuhanbatu diatas tahun 2000 juga telah menerbitkan surat hak milik  diatas tanah yang ada HGU nya.

Kuasa Hukum Tergugat Sudarsono, menjelaskan HGU nomor 01 tahun 1992. PT Blunkut diterbitkan diatas tanah masyarakat yang sudah memiliki SHM tahun 1990. atas nama W. Silitonga dkk,SHM nomor 15 terbit 31 Desember 1990 dkk (prona 20 persil).

Pihak penggugat PT Blunkut tidak pernah mengelola, membuka hutan menanam sawit mulai sejak diberikan izin tahun 1992 hingga berakhir izinnya tanggal 31 Desember 2021, titik kordinat HGU PT Belungkut juga tidak ditemukan diatas hamparan tanah kebun sawit yang diterapkan eksekusinya pada tanggal 11 oktober 2023. 

Hal ini diketahui dari kesaksian BPN pada perkara nomor 90 PN RAP antara PT Hari Sawit Jaya melawan PT Blunkut, bahkan jika di cek melalui GPS  data base BPN Labuhanbatu maupun data base BPN RI yang muncul adalah sertifikat SHM nomor 444 dst.Lie Kian Seng alias Aheng dkk.

Sementara batas batas yang disebutkan penggugat pada gugatannya tidak sesuai dengan fakta yang ada di lapangan, dalam gugatan penggugat bahwa sebelah selatan berbatas dengan HGU penggugat, fakta lapangannya berbatas dengan PT HSJ (fakta putusan MA) sebelah utara berbatas dengan HGU penggugat faktanya berbatas dengan lahan milik masyarakat. 

" Atas putusan eksekusi yang dilakukan Pengadilan Negeri Rantau Parapat. kami akan melakukan langkah langkah hukum, dan berhadap dalam penegakan hukum terutama Makamah Agung sebagai garda paling akhir benteng penegakkan keadilan bagi para pencari keadilan, dan kami meminta agar hukum benar benar ditegakkan,"tegas Sudarsono.




(Red)


Posting Komentar

0 Komentar