Dampak El Nino, Petani di Palas Lamsel Terpaksa Panen Dini

 

Petani di Kecamatan Palas, Lamsel terpaksa panen dini untuk menghindari kerugian yang lebih besar, Selasa, (19/9/2023).

LAMSEL, GARISPOLISI.com - Dampak dari fenomena El Nino pada tahun ini yang menyebabkan kekeringan telah mendorong sebagian petani di  Kecamatan Palas, Lampung Selatan, melakukan panen padi mereka pada usia yang lebih dini dari biasanya.Selasa (19/09/2023).

Keputusan ini diambil para petani sebagai upaya untuk menghindari kerugian yang lebih besar akibat kondisi cuaca yang ekstrem.

Sebagian petani Kecamatan Palas Kabupaten, Lampung Selatan terpaksa melakukan panen lebih awal pada tanaman padi mereka dimusim tanam  sadon (gadu-red) tahun ini.

Karena musim kemarau yang biasanya dimulai pada April hingga Juli, lebih panjang pada tahun  ini akibat El Nino, dan telah berlangsung selama dua bulan terakhir, yang membuat bulir padi menjadi gabuk atau tidak mengandung biji.

Panen lebih awal menjadi satu-satunya solusi bagi para petani untuk menghindari kerugian yang lebih besar. 

Mereka melakukan panen dengan tanaman padi berusia antara 70 hingga 80 hari. Akibat kondisi tanaman yang tidak normal akibat kekeringan, hasil panen mengalami penurunan hingga mencapai 50%.

Tidak hanya bulir padi yang menjadi gabuk, dampak El Nino dan kekeringan juga membuat pertumbuhan tanaman padi menjadi tidak normal. 

Para petani sangat khawatir jika mereka menunggu sampai tanaman mencapai usia 100 hari, kondisi tanaman akan semakin buruk, dan ini akan berpotensi menimbulkan kerugian yang lebih besar.

Informasi yang di himpun awak media www garispolisi.com dari 5000 hektar lahan persawahan di Kecamatan Palas, tercatat 792 hektar lahan sudah mulai di panen.

“Ya Mas sebagian wilayah di kecamatan palas ada yang sudah panen, sekitar 792 hektar, bahkan ada pula yang masih berumur 20-60 hari,” ucap Petugas Unit Pelaksana Teknis Proteksi Tanaman Pangan Holtikultura dan Perkebunan  (UPT  PTPH.BUN) Kecamatan Palas, Yusak Murjoko,

Menurut Yusak, musim tanam gadu atau musim tanam pada musim kemarau adalah musim tanam yang tidak ada pengairannya dan mengandalkan air hujan atau tadah hujan.

Namun karena dampak El Nino pada tahun ini  yang menyebabkan musim kemarau lebih panjang, petani banyak yang tidak mau mengambil resiko, karena dengan menggunakan Sumur Bor atau Sibel, para petani akan mengeluarkan biaya yang lebih besar.

Salah satu petani Desa Kalirejo, Kecamatan Palas, Muhidin yang menanam pagi varietas Inpari ini mengungkapkan, bahwa mereka terpaksa melakukan panen lebih awal karena sebagian besar tanaman padi sudah layu.

Sehingga bulir padi tidak berisi akibat musim kemarau yang panjang, hasil panen padi tahun ini turun hingga lebih dari 50 persen dari rata-rata normal sekitar 6.5 ton per hektar menjadi hanya sekitar 3 hingga 4,5 ton.

Muhidin menjelaskan bahwa air adalah faktor utama yang sangat penting bagi pertumbuhan tanaman padi, dan kekurangan pasokan air karena musim kemarau panjang menyebabkan tanaman padi tidak tumbuh dengan normal dan bulirnya tidak berisi.

Para petani saat ini menghadapi kesulitan karena bukanlah musim tanam yang tepat, namun mereka terpaksa menanam padi sebelumnya ketika pasokan air masih cukup. Namun, musim kemarau yang berkepanjangan telah mengakibatkan kekeringan.

Hasil panen dini ini juga berdampak pada harga gabah yang lebih rendah. Pengepul cenderung enggan membeli dengan harga standar karena padi yang dipanen lebih awal tidak dapat diolah menjadi beras berkualitas tinggi.

Para petani tidak memiliki pilihan lain selain melakukan panen lebih awal sebagai solusi terakhir untuk menghindari kerugian yang lebih besar akibat kondisi cuaca yang tidak bersahabat.

“Turun mas hasilnya, selain kekurangan pasokan air, hama tikus dan wereng pun menyerang padi pada musim gadu ini, untuk harga padi dari lahan hanya Rp 6600/Kg jual ke tengkulak,” tutup Muhidin

(Irwan)

Posting Komentar

0 Komentar