Aktivis Muda Muhammadiyah, Dewata Sakti. |
Medan | GarisPolisi.com – Menjelang pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak yang akan berlangsung dalam hitungan minggu, suasana politik di Sumatera Utara mulai memanas. Para kandidat berusaha keras untuk meraih simpati dan dukungan masyarakat melalui berbagai kampanye. Namun, Dewata Sakti, seorang aktivis muda Muhammadiyah, mengingatkan bahwa kampanye politik seharusnya tetap menjaga etika dan tidak terjebak dalam fitnah dan ujaran kebencian yang bisa mencemari demokrasi.
Dewata Sakti menyampaikan pandangannya dalam pernyataan pada Jumat (1/11/2024). Ia menilai bahwa ada pihak-pihak yang menggunakan strategi “pembunuhan karakter” terhadap lawan politik melalui penyebaran informasi palsu dan opini yang tidak berdasar. Menurutnya, hal ini justru akan merusak nilai demokrasi dan mengancam integritas pesta rakyat tersebut.
“Pemilu ini seharusnya menjadi ajang bagi para calon untuk menyampaikan visi dan misi yang baik. Namun, di beberapa wilayah, termasuk Sumatera Utara, masih ada yang memilih menyebarkan fitnah dan informasi menyesatkan tentang paslon lain. Ini mencoreng wajah demokrasi kita,” ujar Dewata Sakti.
Ia mengajak masyarakat Sumatera Utara untuk menjadi pemilih yang bijak dan cermat, terutama dalam menyikapi berbagai informasi yang beredar di media sosial maupun media lainnya. “Kita harus teliti memilah berita yang benar. Nasib Sumatera Utara lima tahun ke depan ada di tangan kita. Jangan sampai kita tertipu oleh isu dan fitnah yang hanya menguntungkan pihak tertentu,” lanjut Dewata.
Sebagai anggota Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Sumatera Utara, Dewata juga menyoroti isu arogansi yang pernah dipertontonkan oleh seorang calon Gubernur Sumatera Utara saat menjabat. Menurut Dewata, sejumlah tindakan arogansi yang dilakukan, termasuk menjewer seorang pelatih biliar, memberikan tanggapan kasar terhadap pertanyaan wartawan, serta mengajak aktivis berdebat di depan umum, adalah contoh buruk dari kepemimpinan yang tidak etis.
“Tindakan seperti ini tidak layak dilakukan oleh seorang pemimpin, apalagi di Sumatera Utara yang memiliki keberagaman suku dan budaya. Pemimpin arogan dan tidak beretika tidak layak kita pilih untuk memimpin provinsi ini. Sumatera Utara adalah daerah dengan masyarakat multi-etnis, pendekatan yang merangkul semua kalangan lebih dibutuhkan daripada sikap arogan,” tambahnya.
Dewata juga mengimbau masyarakat Sumatera Utara untuk mendukung gerakan “Perbaikan Sumut Tanpa Pemimpin Arogan.” Menurutnya, Sumut memerlukan pemimpin yang mau mendengarkan aspirasi rakyat, termasuk pemuda, mahasiswa, dan tokoh masyarakat, demi mewujudkan Sumut yang lebih baik.
“Kita harus menolak pemimpin yang arogan dan tidak beretika. Mari bersama-sama menggaungkan ‘Gerakan Perbaikan Sumut Tanpa Pemimpin Arogan.’ Fitnah dan ujaran kebencian bukanlah seni berpolitik yang sehat dan tidak memiliki tempat dalam pemilu,” pungkas Dewata Sakti.
(San)
0 Komentar