![]() |
Ilustrasi. |
Editor: MJ. Sitorus
Labuhanbatu Utara | GarisPolisi.com – Dugaan penyelewengan pupuk bersubsidi oleh Ketua Kelompok Tani (Poktan) "SADAR", Desa Lobu Huala, Kecamatan Kualuh Selatan, Kabupaten Labuhanbatu Utara (Labura), H. Budiman Tampubolon (HBT), memicu kontroversi di kalangan anggota kelompok tani dan masyarakat setempat. Isu ini mencuat setelah sejumlah anggota kelompok tani mengeluhkan bahwa mereka hanya menerima pupuk subsidi satu kali sejak tahun 2019.
Dalam wawancara eksklusif dengan GarisPolisi.com di kediamannya pada Jumat (11/10/2024), HBT membantah tudingan tersebut. "Setiap kali pupuk datang, saya selalu menginformasikan kepada anggota kelompok. Terkait tuduhan bahwa mereka hanya menerima pupuk sekali, itu tidak benar. Saya sudah banyak membantu mereka, kenapa masalah kecil seperti ini diungkit-ungkit?" ujar HBT dengan nada kesal.
Lebih lanjut, HBT menambahkan bahwa beberapa anggota bahkan masih sering meminta bantuan keuangan kepadanya. "Baru-baru ini istri HL datang meminta bantuan pinjaman uang ke Bank Sumut. Saya selalu berusaha membantu mereka, tapi ini yang saya dapat sebagai balasan," tambahnya.
Namun, ketika ditanya lebih spesifik tentang frekuensi distribusi pupuk bersubsidi, jawaban HBT terkesan mengalihkan topik. Ia juga sempat menunjukkan kartu pers miliknya kepada wartawan, meskipun konteks penunjukan tersebut tidak relevan dengan pertanyaan terkait distribusi pupuk.
Sementara itu, Sahnan Tambunan, Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) Desa Lobu Huala, mengaku belum bisa memberikan komentar terkait kasus ini. Saat dikonfirmasi pada Sabtu (12/10/2024), Tambunan menjelaskan bahwa ia harus melapor terlebih dahulu kepada pimpinan sebelum memberikan pernyataan resmi. "Saya akan berikan tanggapan pada Senin (14/10/2024) setelah mendapatkan arahan dari atasan," ujar Tambunan.
Sebelumnya, beberapa anggota kelompok tani SADAR mengungkapkan kekecewaan mereka karena hanya menerima pupuk bersubsidi satu kali pada tahun 2019. HL, salah satu anggota kelompok tani, menyebut bahwa ia dan beberapa warga lainnya bahkan diminta menyerahkan fotokopi KTP dan Kartu Keluarga (KK) untuk mendapatkan pupuk, tetapi setelah itu mereka tidak pernah dihubungi lagi.
"Nama saya dicatut sebagai anggota kelompok tani tanpa sepengetahuan saya. Saya hanya menerima pupuk sekali, dan setelah itu tidak ada kabar lagi," ujar HL.
Hal yang sama diungkapkan oleh HNH, warga lain yang juga merasa dirugikan. Bahkan, ia menyebut bahwa mertuanya, yang mengalami kebutaan dan tidak memiliki lahan pertanian, tercatat sebagai penerima pupuk bersubsidi.
Dugaan penyelewengan ini semakin memperkuat kecurigaan bahwa data anggota kelompok tani mungkin telah dimanipulasi untuk memperbesar kuota pupuk bersubsidi. Kasus ini juga memperlihatkan kurangnya transparansi dalam pengelolaan kelompok tani, yang menimbulkan pertanyaan mengenai integritas pengurus kelompok.
Kasus dugaan penyelewengan pupuk bersubsidi ini telah menarik perhatian publik, terutama para petani yang merasa dirugikan. Beberapa warga berharap agar pihak berwenang segera melakukan penyelidikan menyeluruh untuk memastikan bahwa pupuk bersubsidi didistribusikan sesuai aturan dan tepat sasaran.
"Pupuk bersubsidi seharusnya untuk petani yang benar-benar membutuhkan, bukan untuk mereka yang tidak memiliki lahan sawah. Kami berharap masalah ini segera ditangani dengan serius oleh pihak berwenang," tegas RHS, salah satu warga Desa Lobu Huala.
Dinas Pertanian Labura diharapkan dapat turun tangan untuk mengawasi proses distribusi pupuk bersubsidi di wilayah ini, sehingga tidak ada lagi penyalahgunaan wewenang yang merugikan para petani. Kejelasan dan keterbukaan dalam pengelolaan kelompok tani menjadi hal yang sangat penting agar hak para petani terpenuhi sesuai aturan yang berlaku.
Kasus ini masih dalam proses klarifikasi lebih lanjut, dan publik menunggu langkah konkret dari pihak terkait untuk menyelesaikan masalah ini demi kesejahteraan para petani.
0 Komentar